watch sexy videos at nza-vids!
WWW.CERITAINDO.SEXTGEM.COM

Find us On Facebook and Twitter
facebook.jpg | twitter.jpg

MBAK ANA TETANGGAKU

Namaku Andi mahasiswa di sebuah universitas
terkenal di Surakarta. Di kampungku sebuah
desa di pinggiran kota Sragen ada seorang gadis,
Ana namanya. Ana merupakan gadis yang
cantik, berkulit kuning dengan body yang padat
didukung postur tubuh yang tinggi membuat
semua kaum Adam menelan ludah dibuatnya.
Begitu juga dengan aku yang secara diam-diam
menaruh hati padanya walaupun umurku 5
tahun dibawahnya, tapi rasa ingin memiliki dan
nafsuku lebih besar dari pada mengingat selisih
umur kami. Kebetulan rumah Mbak Ana tepat
berada di samping rumahku dan rumah itu
kiranya tidak mempunyai kamar mandi di
dalamnya, melainkan bilik kecil yang ada di luar
rumah. Kamar Mbak Ana berada di samping
kanan rumahku, dengan sebuah jendela kaca
gelap ukuran sedang. Kebiasaan Mbak Ana jika
tidur lampu dalam rumahnya tetap menyala, itu
kuketahui karena kebiasaan burukku yang suka
mengintip orang tidur, aku sangat terangsang
jika melihat Mbak Ana sedang tidur dan akhirnya
aku melakukan onani di depan jendela kamar
Mbak Ana.
Ketika itu aku pulang dari kuliah lewat belakang
rumah karena sebelumnya aku membeli rokok
Sampurna A Mild di warung yang berada di
belakang rumahku. Saat aku melewati bilik Mbak
Ana, aku melihat sosok tubuh yang sangat
kukenal yang hanya terbungkus handuk putih
bersih, tak lain adalah Mbak Ana, dan aku
menyapanya, “Mau mandi Mbak,” sambil
menahan perasaan yang tak menentu. “Iya Ndik,
mau ikutan..” jawabnya dengan senyum lebar,
aku hanya tertawa menanggapi candanya.
Terbersit niat jahat di hatiku, perasaanku
menerawang jauh membanyangkan tubuh
Mbak Ana bila tidak tertutup sehelai benangpun.
Niat itupun kulakukan walau dengan tubuh
gemetar dan detak jantung yang memburu,
kebetulan waktu itu keadaan sunyi dengan
keremangan sore membuatku lebih leluasa.
Kemudian aku mempelajari situasi di sekitar bilik
tempat Mbak Ana mandi, setelah memperkirakan
keadaan aman aku mulai beroperasi dan
mengendap-endap mendekati bilik itu. Dengan
detak jantung yang memburu aku mencari
tempat yang strategis untuk mengintip Mbak
Ana mandi dan dengan mudah aku menemukan
sebuah lubang yang cukup besar seukuran dua
jari. Dari lubang itu aku cukup leluasa menikmati
kemolekan dan keindahan tubuh Mbak Ana dan
seketika itu juga detak jantungku berdetak lebih
cepat dari sebelumnya, tubuhku gemetar hingga
kakiku terasa tidak dapat menahan berat
badanku. Kulihat tubuh yang begitu sintal dan
padat dengan kulit yang bersih mulus begitu
merangsang setiap nafsu lelaki yang melihatnya,
apalagi sepasang panyudara dengan ukuran
yang begitu menggairahkan, kuning langsat
dengan puting yang coklat tegak menantang
setiap lelaki.
Kemudian kupelototi tubuhnya dari atas ke
bawah tanpa terlewat semilipun. Tepat di antara
kedua kaki yang jenjang itu ada segumpal
rambut yang lebat dan hitam, begitu indah dan
saat itu tanpa sadar aku mulai menurunkan
reitsletingku dan memegangi kemaluanku, aku
mulai membayangkan seandainya aku dapat
menyetubuhi tubuh Mbak Ana yang begitu
merangsang birahiku. Terasa darahku mengalir
dengan cepat dan dengusan nafasku semakin
memburu tatkala aku merasakan kemaluanku
begitu keras dan berdenyut-denyut. Aku
mempercepat gerakan tanganku mengocok
kemaluanku, tanpa sadar aku mendesah hingga
mengusik keasyikan Mbak Ana mandi dan aku
begitu terkejut juga takut ketika melihat Mbak
Ana melirik lubang tempatku mengintipnya
mandi sambil berkata, “Ndik ngintip yaaa…”
Seketika itu juga nafsuku hilang entah kemana
berganti dengan rasa takut dan malu yang luar
biasa. Kemudian aku istirahat dan mengisap
rokok Mild yang kubeli sebelum pulang ke
rumah, kemudian kulanjutkan kegiatanku yang
terhenti sesaat.
Setelah aku mulai beraksi lagi, aku terkejut untuk
kedua kalinya, seakan-akan Mbak Ana tahu akan
kehadiranku lagi. Ia sengaja memamerkan
keindahan tubuhnya dengan meliuk-liukkan
tubuhnya dan meremas-remas payudaranya
yang begitu indah dan ia mendesah-desah
kenikmatan. Disaat itu juga aku mengeluarkan
kemaluanku dan mengocoknya kuat-kuat.
Melihat permainan yang di perlihatkan Mbak Ana,
aku sangat terangsang ingin rasanya aku
menerobos masuk bilik itu tapi ada rasa takut
dan malu. Terpaksa aku hanya bisa melihat dari
lubangtempatku mengintip.
Kemudian Mbak Ana mulai meraba-raba seluruh
tubuhnya dengan tangannya yang halus disertai
goyangan-goyangan pinggul, tangan kanannya
berhenti tepat di liang kewanitaannya dan mulai
mengusap-usap bibir kemaluannya sendiri
sambil tangannya yang lain di masukkan ke
bibirnya. Kemudian jemari tangannya mulai
dipermainkan di atas kemaluannya yang begitu
menantang dengan posisi salah satu kaki
diangkat di atas bak mandi, pose yang sangat
merangsang kelelakianku. Aku merasa ada
sesuatu yang mendesak keluar di kemaluanku
dan akhirnya sambil mendesah lirih,
“Aahhkkkhh…” aku mengalami puncak kepuasan
dengan melakukan onani sambil melihat Mbak
Ana masturbasi. Beberapa saat kemudian aku
juga mendengar Mbak Ana mendesah lirih,
“Oohhh.. aaahh..” dia juga mencapai puncak
kenikmatannya dan akhirnya aku meninggalkan
tempat itu dengan perasaan puas.
Di suatu sore aku berpapasan dengan Mbak Ana.
“Sini Ndik,” ajaknya untuk mendekat, aku hanya
mengikuti kemauannya, terbersit perasaan aneh
dalam benakku.
“Mau kemana sore-sore gini,” tanyanya
kemudian.
“Mau keluar Mbak, beli rokok..” jawabku
sekenanya.
“Di sini aja temani Mbak Ana ngobrol, Mbak Ana
kesepian nih..” ajak Mbak Ana.
Dengan perlahan aku mengambil tempat persis
di depan Mbak Ana, dengan niat agar aku leluasa
memandangi paha mulus milik Mbak Ana yang
kebetulan cuma memakai rok mini diatas lutut.
“Emangnya pada kemana, Mbak..” aku mulai
menyelidik.
“Bapak sama Ibu pergi ke rumah nenek,”
jawabnya sambil tersenyum curiga.
“Emang ada acara apa Mbak,” tanyaku lagi
sambil melirik paha yang halus mulus itu ketika
rok mini itu semakin tertarik ke atas.
Sambil tersenyum manis ia menjawab, “Nenek
sedang sakit Ndik, yaa… jadi aku harus nunggu
rumah sendiri.”
Aku hanya manggut-manggut.
“Eh… Ndik ke dalam yuk, di luar banyak angin,”
katanya.
“Mbak punya CD bagus lho,” katanya lagi.
Tanpa menunggu persetujuanku ia langsung
masuk ke dalam, menuju TV yang di atasnya
ada
VCD player dan aku hanya mengikutinya dari
belakang, basa-basi aku bertanya, “Filmnya apa
Mbak..”
Sambil menyalakan VCD, Mbak Ana menjawab,
“Titanic Ndik, udah pernah nonton.”
Aku berbohong menjawab, “Belum Mbak,
filmnya bagus ya..”
Mbak Ana hanya mengangguk mengiyakan
pertanyaanku.
Setelah film terputar, tanpa sadar aku tertidur
hingga larut malam dan entah mengapa Mbak
Ana juga tidak membangunkanku. Aku melihat
arloji yang tergantung di dinding tembok di atas
TV menandakan tepat jam 10 malam. Aku
menebarkan pandangan ke sekeliling ruangan
yang nampak sepi dan tak kutemui Mbak Ana.
Pikiranku mulai dirasuki pikiran-pikiran yang
buruk dan pikirku sekalian tidur disini aja.
Memang aku sering tidur di rumah teman dan
orang tuaku sudah hafal dengan kebiasaanku,
akupun tidak mencemaskan jika orang tuaku
mencariku. Waktu berlalu, mataku pun tidak bisa
terpejam karena pikiran dan perasaanku mulai
kacau, pikiran- pikiran sesat telah mendominasi
sebagian akal sehatku dan terbersit niat untuk
masuk ke kamar Mbak Ana. Aku terkejut dan
nafasku memburu, jantungku berdetak kencang
ketika melihat pintu kamar Mbak Ana terbuka
lebar dan di atas tempat tidur tergolek sosok
tubuh yang indah dengan posisi terlentang
dengan kaki ditekuk ke atas setengah lutut hingga
kelihatan sepasang paha yang gempal dan di
tengah selakangan itu terlihat dengan jelas CD
yang berwarna putih berkembang terlihat ada
gundukan yang seakan-akan penuh dengan isi
hingga mau keluar.
Nafsu dan darah lelakiku tidak tertahan lagi,
kuberanikan mendekati tubuh yang hanya
dibungkus dengan kain tipis dan dengan
perlahan kusentuh paha yang putih itu, kuusap
dari bawah sampai ke atas dan aku terkejut
ketika ada gerakan pada tubuh Mbak Ana dan
aku bersembunyi di bawah kolong tempat tidur.
Sesaat kemudian aku kembali keluar melihat
keadaan dan posisi tidur Mbak Ana yang
menambah darah lelakiku berdesir hebat,
dengan posisi kaki mengangkang terbuka lebar
seakan-akan menantang supaya segera dimasuki
kemaluan laki-laki.
Aku semakin berani dan mulai naik ke atas
tempat tidur, tanpa pikir panjang aku mulai
menjilati kedua kaki Mbak Ana dari bawah
sampai ke belahan paha tanpa terlewat
semilipun. Seketika itu juga ia menggelinjang
kenikmatan dan aku sudah tidak mempedulikan
rasa takut dan malu terhadap Mbak Ana. Sampai
di selangkangan, aku merasa kepalaku dibelai
kedua tangan yang halus dan akupun tidak
menghiraukan kedua tangan itu. Lama-kelamaan
tangan itu semakin kuat menekan kepalaku lebih
masuk lagi ke dalam kemaluan Mbak Ana yang
masih terbukus CD putih itu. Dia menggoyang-
goyangkan pantatnya, tanpa pikir panjang aku
menjilati bibir kemaluannya hingga CD yang
semula kering menjadi basah terkena cairan
yang keluar dari dalam liang kewanitaan Mbak
Ana dan bercampur dengan air liurku.
Aku mulai menyibak penutup liang kewanitaan
dan menjilati bibir kemaluan Mbak Ana yang
memerah dan mulai berlendir hingga Mbak Ana
terbangun dan tersentak. Secara refleks dia
menampar wajahku dua kali dan mendorong
tubuhku kuat-kuat hingga aku tersungkur ke
belakang dan setelah sadar ia berteriak tidak
terlalu keras, “Ndik kamu ngapaiiin…” dengan
gemetar dan perasaan yang bercampur aduk
antara malu dan takut, “Maafkan aku Mbak, aku
lepas kontrol,” dengan terbata-bata dan aku
meninggalkan kamar itu. Dengan perasaan berat
aku menghempaskan pantatku ke sofa biru yang
lusuh. Sesaat kemudian Mbak Ana
menghampiriku, dengan tergagap aku
mengulangi permintaan maafku,
“Ma..ma..afkan… aku Mbak..” Mbak Ana cuma
diam entah apa yang dipikirkan dan dia duduk
tepat di sampingku. Beberapa saat keheningan
menyelimuti kami berdua dan kamipun
disibukkan dengan pikiran kami masing-masing
sampai tertidur.
Pagi itu aku bangun, kulihat Mbak Ana sudah
tidak ada lagi di sisiku dan sesaat kemudian
hidungku memcium aroma yang memaksa
perutku mengeluarkan gemuruh yang hebat.
Mbak Ana memang ahli dibidang masak. Tiba-
tiba aku mendengar bisikan yang merdu
memanggil namaku, “Ndik ayo makan dulu,
Mbak udah siapin sarapan nih,” dengan nada
lembut yang seolah-olah tadi malam tidak ada
kejadian apa-apa. “Iya Mbak, aku cuci muka
dulu,” aku menjawab dengan malas.
Sesaat kemudian kami telah melahap hidangan
buatan Mbak Ana yang ada di atas meja, begitu
lezatnya masakan itu hingga tidak ada yang
tersisa, semua kuhabiskan. Setelah itu seperti
biasa, aku menyalakan rokok Mild kesayanganku,
“Ndik maafkan Mbak tadi malam ya,” Mbak Ana
memecah keheningan yang kami ciptakan.
“Harusnya aku tidak berlaku kasar padamu
Ndik,” tambahnya.
Aku jadi bingung dan menduga-duga apa
maksud Mbak Ana, kemudian akupun
menjawab,
“Seharusnya aku yang meminta maaf pada
Mbak, aku yang salah,” kataku dengan
menundukkan kepala.
“Tidak Ndik.. aku yang salah, aku terlalu kasar
kepadamu,” bisik Mbak Ana.
Akupun mulai bisa menangkap kemana arah
perkataan Mbak Ana.
“Kok bisa gitu Mbak, kan aku yang salah,”
tanyaku memancing.
“Nggak Ndik.. aku yang salah,” katanya dengan
tenang, “Karena aku teledor, tapi nggak pa-pa
kok Ndik.”
Aku terkejut mendengar jawaban itu.
“Ndik, Mbak Ana nanya boleh nggak,” bisik Mbak
Ana mesra.
Dengan senyum mengembang aku menjawab,
“Kenapa tidak Mbak.”
Dengan ragu-ragu Mbak Ana melanjutkan kata-
katanya, “Kamu udah punya pacar Ndik..” suara
itu pelan sekali lebih mirip dengan bisikan.
“Dulu sih udah Mbak tapi sekarang udah
bubaran.” Kulihat ada perubahan di wajah Mbak
Ana.
“Kenapa Ndik,” dan akupun mulai bercerita
tentang hubunganku dengan Maria teman SMP-
ku dulu yang lari dengan laki-laki lain beberapa
bulan yang lalu, Mbak Ana pun mendengarkan
dengan sesekali memotong ceritaku.
“Kalo Mbak Ana udah punya cowok belum,”
tanyaku dengan berharap.
“Belum tuh Ndik, lagian siapa yang mau sama
perawan tua seperti aku ini,” jawabnya dengan
raut wajah yang diselimuti mendung.
“Kamu nggak cari pacar lagi Ndik,” sambung
Mbak Ana.
Dengan mendengus pelan aku menjawab, “Aku
takut kejadian itu terulang, takut kehilangan lagi.”
Dengan senyum yang manis dia mendekatiku
dan membelai rambutku dengan mesra, “Kasian
kamu Andi..” lalu Mbak Ana mencium keningku
dengan lembut, aku merasa ada sepasang benda
yang lembut dan hangat menempel di
punggungku. Sesaat kemudian perasaanku
melayang entah kemana, ada getaran asing yang
belum pernah kurasakan selama ini.
“Ndik boleh Mbak jadi pengganti Maria,” bisik
Mbak Ana mesra.
Aku bingung, perasaanku berkecamuk antara
senang dan takut, “Andik takut Mbak,” jawabku
lirih.
“Mbak nggak akan meninggalkanmu Ndik,
percayalah,” dengan kecupan yang lembut.
“Bener Mbak, Mbak Ana berani sumpah tidak
akan meninggalkan Andik,” bisikku spontan
karena gembira.
Mbak Ana mengangguk dengan senyumnya
yang manis, kamipun berpelukan erat seakan-
akan tidak akan terpisahkan lagi.
Setelah itu kami nonton Film yang banyak
adegan romantis yang secara tidak sadar
membuat kami berpelukan, yang membuat
kemaluanku berdiri. Entah disengaja atau tidak,
kemudian Mbak Ana mulai merebahkan
kepalanya di pangkuanku dan aku berusaha
menahan nafsuku sekuat mungkin tapi mungkin
Mbak Ana mulai menyadarinya.
“Ndik kok kamu gerak terus sih capek ya.”
Dengan tersipu malu aku menjawab, “Eh…
nggak Mbak, malah Andik suka kok.”
Mbak Ana tersenyum, “Tapi kok gerak-gerak
terus Ndik..”
Aku mulai kebingungan, “Eh.. anu kok.”
Mbak Anak menyahut, “Apaan Ndik, bikin
penasaran aja.”
Kemudian Mbak Ana bangun dari pangkuanku
dan mulai memeriksa apa yang bergerak di
bawah kepalanya dan iapun tersenyum manis
sambil tertawa, “Hii.. hii.. ini to tadi yang
bergerak,” tanpa canggung lagi Mbak Ana
membelai benda yang sejak tadi bergerak-gerak
di dalam celanaku dan aku semakin tidak bisa
menahan nafsu yang bergelora di dalam dadaku.
Kuberanikan diri, tanganku membelai wajahnya
yang cantik dan Mbak Ana seperti menikmati
belaianku hingga matanya terpejam dan bibirnya
yang sensual itu terbuka sedikit seperti menanti
kecupan dari seorang laki-laki. Tanpa pikir
panjang, kusentuhkan bibirku ke bibir Mbak Ana
dan aku mulai melumat habis bibir yang merah
merekah dan kami saling melumat bibir. Aku
begitu terkejut ketika Mbak Ana memainkan
lidahnya di dalam mulutku dan sepertinya
lidahku ditarik ke dalam mulutnya, kemudian
tangan kiri Mbak Ana memegang tanganku dan
dibimbingnya ke belahan dadanya yang
membusung dan tangan yang lain sedari tadi
asyik memainkan kemaluanku. Akupun mulai
berani meremas-remas buah dadanya dan Mbak
Anapun menggelinjang kenikmatan, “Te..rus…
Ndik aaahh…” Kemudian dengan tangan yang
satunya lagi kuelus dengan lembut paha putih
mulus Mbak Ana, semakin lama semakin ke atas.
Tiba-tiba aku dikejutkan tangan Mbak Ana yang
semula ada di luar celana dan sekarang sudah
mulai berani membuka reitsletingku dan
menerobos masuk meremas-remas buah
zakarku sambil berkata, “Sayang.. punyamu
besar juga ya..” Akupun mulai berani
mempermainkan kemaluan Mbak Ana yang
masih terbungkus CD dan iapun semakin
menggeliat seperti cacing kepanasan, “Aaahh
lepas aja Ndik..” Sesaat kemudian CD yang
melindungi bagian vital Mbak Ana sudah
terhempas di lantai dan akupun mulai
mempermainkan daging yang ada di dalam liang
senggama Mbak Ana. “Aaahhh enak, enak Ndik
masukkan aja Ndik,” jariku mulai masuk lebih
dalam lagi, ternyata Mbak Ana sudah tidak
perawan lagi, miliknya sudah agak longgar dan
jariku begitu mudahnya masuk ke liang
kewanitaannya.
Satu demi satu pakaian kami terhempas ke lantai
sampai tubuh kami berdua polos tanpa selembar
benang pun. Mbak Ana langsung memegang
batang kemaluanku yang sudah membesar dan
tegak berdiri, kemudian langsung diremas-
remas dan diciumnya. Aku hanya bisa
memejamkan mata merasakan kenikmatan yang
diberikan Mbak Ana saat bibir yang lembut itu
mengecup batang kemaluanku hingga basah
oleh air liurnya yang hangat. Lalu lidah yang
hangat itu menjilati hingga menimbulkan
kenikmatan yang tak dapat digambarkan. Tidak
puas menjilati batang kemaluanku, Mbak Ana
memasukkan batang kemaluanku ke mulutnya
yang sensual itu hingga amblas separuhnya,
secara refleks kugoyangkan pantatku maju
mundur dengan pelan sambil memegangi
rambut Mbak Ana yang hitam dan lembut yang
menambah gairah seksualku dan aroma harum
yang membuatku semakin terangsang.
Setelah puas, Mbak Ana menghempaskan
pantatnya di sofa. Akupun paham dan dengan
posisi kaki Mbak Ana mengangkang menginjak
kedua pundakku, aku langsung mencium paha
yang jenjang dari bawah sampai ke atas. Mbak
Ana menggelinjang keenakan, “Aaahhh…”
desahan kenikmatan yang membuatku tambah
bernafsu dan langsung bibir kemaluannya yang
merah merekah itu kujilati sampai basah oleh air
liur dan cairan yang keluar dari liang kenikmatan
Mbak Ana.
Mataku terbelalak saat melihat di sekitar bibir
kenikmatan itu ditumbuhi bebuluan yang halus
dan lebat seperti rawa yang di tengahnya ada
pulau merah merekah. Tanganku mulai beraksi
menyibak kelebatan bebuluan yang tumbuh di
pinggir liang kewanitaan, begitu indah dan
merangsangnya liang sorga Mbak Ana ketika
klitoris yang memerah menjulur keluar dan
langsung kujilati hingga Mbak Ana meronta-
ronta kenikmatan dan tangan Mbak Ana
memegangi kepalaku serta mendorong lebih ke
dalam kedua pangkal pahanya sambil
menggoyanggoyangkan pinggulnya hingga aku
kesulitan bernafas. Tanganku yang satunya
meremas-remas dan memelintir puting susu
yang sudah mengeras hingga menambah
kenikmatan bagi Mbak Ana.
“Ndik.. udah… aaahhh, masukin.. ajaaa..
ooohh…” aku langsung berdiri dan siap-siap
memasukkan batang kemaluanku ke lubang
senggama Mbak Ana. Begitu menantang posisi
Mbak Ana dengan kedua kaki mengangkang
hingga kemaluannya yang merah mengkilat dan
klitorisnya yang menonjol membuatku lebih
bernafsu untuk meniduri tubuh Mbak Ana yang
seksi dan mulus itu. Perlahan namun pasti,
batang kemaluanku yang basah dan tegak
kumasukkan ke dalam liang kewanitaan yang
telah menganga menantikan kenikmatan
sorgawi. Setelah batang kemaluanku terbenam
kami secara bersamaan melenguh kenikmatan,
“Aaahh…” dan mulai kugoyangkan perlahan
pinggulku maju mundur, bagaikan terbang ke
angkasa kenikmatan tiada tara kami reguk
bersama. Bibir kamipun mulai saling memagut
dan lidah Mbak Ana mulai bermain-main di
dinding rongga mulutku, begitu nikmat dan
hanggat. Liang senggama Mbak Ana yang sudah
penuh dengan lendir kenikmatan itupun mulai
menimbulkan suara yang dapat meningkatkan
gairah seks kami berdua. Tubuh kamipun
bermandikan keringat.
Tiba-tiba terdengar teriakan memanggil Mbak
Ana. “Aaaan… Anaaa..” Kami begitu terkejut,
bingung dan grogi dengan bergegas kami
memungut pakaian yang berserakan di lantai
dan memakainya. Tanpa sadar kami salah ambil
celana dalam, aku memakai CD Mbak Ana dan
Mbak Ana juga memakai CD-ku. Kemudian aku
keluar dari pintu belakang dan Mbak Ana
membukakan pintu untuk bapak dan ibunya.
Keesokan harinya aku baru berniat
mengembalikan CD milik Mbak Ana dan
mengambil CD-ku yang kemarin tertukar. Aku
berjalan melewati lorong sempit diantara
rumahku dan rumah Mbak Ana. Kulihat Mbak
Ana sedang mencuci pakaian di dekat sumur
belakang rumahku. Setelah keadaan aman, aku
mendekati Mbak Ana yang asyik mencuci
pakaian termasuk CD-ku yang kemarin tertukar.
Sambil menghisap rokok sampurna A Mild,
“Mbak nih CD-nya yang kemarin tertukar,”
sambil duduk di bibir sumur, sekilas kami
bertatap muka dan meledaklah tawa kami
bersamaan, “Haa.. Haaaa…” mengingat kejadian
kemarin yang sangat menggelikan. Setelah tawa
kami mereda, aku membuka percakapan, “Mbak
kapan main lagi, kan kemarin belum puas.”
Dengan senyum yang manis, “Kamu mau lagi
Ndik, sekarang juga boleh..” Aku jadi terangsang
sewaktu posisi Mbak Ana membungkuk dengan
mengenakan daster tidur dan dijinjing hinggga di
atas lutut. “Emang ibu Mbak Ana sudah
berangkat ke sawah, Mbak,” sambil
menempelkan kemaluanku yang mulai
mengeras ke pantat Mbak Ana. “Eh…eh jangan
disini Ndik, entar diliat orang kan bisa runyam.”
Kemudian Mbak Ana mengajakku masuk ke
kamar mandi, sesaat kemudian di dalam kamar
mandi kami sudah berpelukan dan seperti
kesetanan aku langsung menciumi dan menjilati
leher Mbak Ana yang putih bersih. “Ohhh nggak
sabaran baget sih Ndik,” sambil melenguh Mbak
Ana berbisik lirih. “Kan kemaren terganggu
Mbak.” Setelah puas mencium leher aku mulai
mencium bibir Mbak Ana yang merah merekah,
tanganku pun mulai meremas-remas kedua
bukit yang mulai merekah dan tangan yang
satunya lagi beroperasi di bagian kemaluan Mbak
Ana yang masih terbungkus CD yang halus dan
tangan Mbak Ana pun mulai menyusup di dalam
celanaku, memainkan batang kemaluanku yang
mulai tegak dan berdenyut.
Sesaat kemudian pakaian kami mulai tercecer di
lantai kamar mandi hingga tubuh kami polos
tanpa sehelai benangpun. Tubuh Mbak Ana yang
begitu seksi dan menggairahkan itu mulai kujilati
mulai dari bibir turun ke leher dan berhenti tepat
di tengah kedua buah dada yang ranum dengan
ukuran yang cukup besar. Kemudian sambil
meremas-remas belahan dada yang kiri puting
susu yang kecoklatan itu kujilati hingga tegak dan
keras. “Uhhh.. ahhh.. terus Ndik,” Mbak Ana
melenguh kenikmatan ketika puting susu yang
mengeras itu kugigit dan kupelintir
menggunakan gigi depanku. “Aaahhh.. enak
Mbak..” Mbak Anapun mengocok dan meremas
batang kemaluanku hingga berdenyut hebat.
Kemudian aku duduk di bibir bak mandi dan
Mbak Ana mulai memainkan batang kemaluanku
dengan cara mengocoknya. “Ahhh.. uhhhhh..”
tangan yang halus itu kemudian meremas buah
zakarku dengan lembut dan bibirnya mulai
menjilati batang kemaluanku. Terasa nikmat dan
hangat ketika lidah Mbak Ana menyentuh lubang
kencing dan memasukkan air liurnya ke
dalamnya. Setelah puas menjilati, bibir Mbak Ana
mulai mengulum hingga batang kemaluanku
masuk ke dalam mulutnya. “Aahhh… uuuhhff…”
lidah Mbak Ana menjilat kemaluanku di dalam
mulutnya, kedua tanganku memegangi rambut
yang lembut dan harum yang menambah
gairah sekaligus menekan kepala Mbak Ana
supaya lebih dalam lagi hingga batang
kemaluanku masuk ke mulutnya.
“Gantian dong Ndik,” Mbak Ana mengiba
memintaku bergantian memberi kenikmatan
kepadanya. Kemudian aku memainkan kedua
puting susu Mbak Ana, mulutku mulai bergerak
ke bawah menuju selakangan yang banyak
ditumbuhi bebuluan yang halus dan lebat. Mbak
Anapun tanpa dikomando langsung
mengangkangkan kedua kakinya hingga
kemaluannya yang begitu indah merangsang
setiap birahi laki-laki itu kelihatan dan klitorisnya
yang kemerahan menonjol keluar, akupun
menjilati klitoris yang kemerahan itu hingga
berlendir dan membasahi bibir kemaluan Mbak
Ana. “Aaahhh… aaahh… terus… enak..” Mbak
Ana menggelinjang hebat dengan memegangi
kepalaku, kedua tangannya menekan lebih ke
dalam lagi.
Setelah liang kenikmatan bak Ana mulai basah
dengan cairan yang mengkilat dan bercampur
dengan air liur, kemudian aku memasukkan
kedua jariku ke dalam liang kewanitaan Mbak
Ana dan kumainkan maju mundur hingga Mbak
Ana menggelinjang hebat dan tidak tahan lagi.
“Ndik.. ooohh.. ufff cepetan masukin aja..”
Dengan posisi berdiri dan sebelah kaki dinaikkan
ke atas bibir bak mandi, Mbak Ana mulai
menyuruh memasukkan batang kemaluanku ke
liang senggamanya yang sejak tadi menunggu
hujaman kemaluanku. Kemudian aku
memegang batang kemaluanku dan mulai
memasukkan ke liang kewanitaan Mbak Ana.
“Aahhh…” kami bersamaan merintih kenikmatan,
perlahan kuayunkan pinggulku maju mundur
dan Mbak Ana mengikuti dengan memutar-
mutar pinggulnya yang mengakibatkan batang
kemaluanku seperti disedot dan diremas daging
hidup hingga menimbulkan kenikmatan yang
tiada tara. Kemudian kuciumi bibir Mbak Ana dan
kuremas buah dadanya yang montok hingga
Mbak Ana memejamkan matanya menahan
kenikmatan. “Ahhh… uhhh…” Mbak Ana
melenguh dan berbisik, “Lebih kenceng lagi
Ndik.” Kemudian aku lebih mempercepat
gerakan pantatku hingga menimbulkan suara
becek, “Jreb.. crak.. jreb.. jreb…” suara yang
menambah gairah dalam bermain seks hingga
kami bermandikan keringat.
Setelah bosan dengan posisi seperti itu, Mbak
Ana mengubah posisi dengan membungkuk,
tangannya berpegangan pada bibir bak mandi
kemudian aku memasukkan batang kemaluanku
dari belakang. Terasa nikmat sekali ketika batang
kemaluanku masuk ke liang senggama Mbak
Ana. Terasa lebih sempit dan terganjal pinggul
yang empuk. Kemudian tanganku memegangi
leher Mbak Ana dan tangan yang lain meremas
puting susunya yang bergelantungan.
“Uuuhhh… ahhh enak Ndik,” dan aku semakin
mempercepat gerakan pantatku. “Uuuhhh..
uuuhhh Ndik, Mbak mau keluar,” akupun
merasakan dinding kemaluan Mbak Ana mulai
menegang dan berdenyut begitu juga batang
kemaluanku mulai berdenyut hebat. “Uuuhhhk..
aahh.. aku juga Mbak..” Kemudian tubuh Mbak
Ana mengejang dan mempercepat goyangan
pinggulnya lalu sesaat kemudian dia mencapai
orgasme, “Aaahh… uuuhh…” Terasa cairan
hangat membasahi batang kemaluanku dan
suara decakan itupun semakin membecek
“Jreeb… crak… jreb..” Akupun tak tahan lagi
merasakan segumpalan sesuatu akan keluar dari
lubang kencingku. “Aaahhh… ooohhh… Mbak
Anaaa…” Terasa tulang-tulangku lepas semua,
begitu capek. Akupun tetap berada di atas tubuh
sintal Mbak Ana. Kemudian kukecup leher dan
mulut Mbak Ana, “Makasih Mbak, Mbak Ana
memang hebat..” Mbak Anapun cuma
tersenyum manis.


Adult | GO HOME | Exit
1/1720
U-ON

inc Powered by Xtgem.com